src="https://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.8.3/jquery.min.js" type="text/javascript">

Sabtu, 26 November 2011

"Teacher Day", Kata Anak-Anak :-)

Sebelum hari kemarin, bagi saya 25 Oktober adalah tanggal yang sama dengan tanggal-tanggal lainnya. Ketika jaman sekolah dulu, biasanya cuma upacara di lapangan sekolah, suruh bawa topi biar tidak dihukum, lalu pulang gasik karena para guru ada upacara di alun-alun, dsb. Tapi kemarin 25 Oktober-nya lain dari biasanya. Hari guru saya kali pertama, setelah 17 hari saya mengajar di sekolah ini. Dan ini di Sangatta, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, 6 jam perjalanan darat dari Bandara Sepinggan, Balik Papan.

Pagi itu, saya datang sengaja melambatkan diri (pukul 08.00) dan mangkir di kantor TU karena saya tidak memakai seragam PGRI. Saya belum punya. Dan saya sedang hamil. Jadi saya memilih tidak mengikuti upacara. Nah, setelah upacara selesai, murid-murid dari SD tetangga pulang ke sekolahnya (kami upacara bersama), maka saya menggabungkan diri ke barisan guru. Murid kami yang kala itu memakai seragam olah raga untuk upacara (maklum, hari Jum'at) masih berpanas-panas ria di bawah terik matahari pagi agak siang.

Beberapa saat kemudian, ritual pun di mulai. Merinding saya. Dari belakang deretan guru, kelompok paduan suara menyanyikan lagu hymne guru. Tidak hanya itu, ada beberapa lagu lain yang saya tidak hafal judulnya apa, pokoknya lagu tentang guru. Dan lagu Anda and The Back Bone (yang sudah dimodifikasi liriknya) pun menjadi back sound acara salam-salaman.

Satu persatu murid berbaris menyalami kami. Mereka membawa sekuntum bunga. Beberapa ada yang disertai surat juga. Ya, Bunga dan surat sayang untuk gurunya. Seumur-umur saya belum pernah mengikuti acara yang seperti ini. Tidak sebagai murid, mahasiswa, atau pengajar, saya belum pernah sekalipun mengikuti yang seperti ini. Dan lebih terharunya lagi, ternyata, meskipun baru dua minggu lebih saya mengajar di sini, ada puluhan murid yang menyalami saya seraya memberi bunga dan beberapa pucuk surat. Oh... @_@

Terima kasih Nak.. Ibu sangat bahagia. Ini menjadi semangat Ibu untuk mengajar dan mendidik kalian lebih baik lagi.. :-)













Minggu, 06 November 2011

Cerita tentang Gelas


Sangatta memang kota yang luar biasa. Saya datang hanya membawa sekotak kardus besar berisi baju-baju, buku, beberapa sprei dan bed cover, dan sebuah hiasan dinding kado pernikahan dari teman.
Alhamdulillah, bertubi-tubi kemudahan diberikan Tuhan, sehingga kami nyaman tinggal di rumah baru kami. Sebelum PP perabot rumah kami datang, entah bagaimana ceritanya, kami diberi pinjaman perabot karyawan lain yang resignmendadak sebelum masa kontrak habis. Beruntung bagi kami, karena orang tersebut juga meninggalkan semua peralatan dapurnya, sehingga kami tidak perlu bersusah payah membeli barang pecah belah. Beberapa piring dan mangkuk melamin, sebuah gelas kopi besar, empat buah gelas kecil kembang, dan sebuah gelas kecil polos.
Beberapa bulan kami di sini, satu persatu gelas itu pecah. Entah bagaimana kejadiannya, saya lupa. Gelas yang besar retak setelah dituang air mendidih, dan gelas-gelas lainnya pecah karena kesempar. Sekarang tinggal dua biji, yang polos dan yang kembang. Yang polos buat tempat jelantah ikan, dan yang kembang buat jelantah gorengan.
Beruntung, masih ada setengah lusin cangkir beling berwarna coklat tua, kado dari teman kantor di Sangatta awal kami datang kemari. Cangkir itulah yang biasa kami pakai, setelah mendiang gelas-gelas itu pecah. Sehari dua hari, seminggu dua minggu, lama-lama kami terbiasa minum air putih dengan cangkir itu. Baik membuat susu, minum setelah makan, minum karena haus, menyajikan minum untuk tamu, dll, kami memakai cangkir itu.
Kami terbiasa. Tapi jika ada teman-teman suami datang, rasanya tidak lazim menyajikan air dingin dari kulkas dengan cangkir yang umumnya dipakai untuk menyajikan teh hangat itu. Akhirnya minggu lalu kami memutuskan membeli setengah lusin gelas plastik seharga dua belas ribu. Pelit iya. Tapi bukan itu. Di sini desain gelas yang dijual tidak sesuai dengan selera. Sangat konvensional. Sementara di rumah, masih ada satu lemari kado dari teman-teman. Beberapa diantaranya adalah gelas-gelas yang cantik, simple, minimalis, dan cocok untuk pasangan muda seperti kami. Maksud saya, jika diberi kesempatan mudik nanti, saya akan membawanya beberapa. Tapi ya sudahlah. Kami belum tahu kapan kesempatan itu datang.
Tadi malam kami sempatkan berkeliling ke toko 'Pelangi', semacam toko Istana Kado kalau di Jogja. Kami datang ke sini karena melihat barang-barang dari luar tampak lebih masa kini. Ternyata benar, ada beberapa boneka Angry Bird di sini. Tapi tetap saja, Sangatta oh Sangatta. Koleksi gelasnya itu-itu saja :'( Akhirnya pilihan kami jatuh pada gelas bertangkai dengan hiasan bunga yang manis. Lumayan juga, saya pernah membeli semacamnya di Progo. Bedanya, di sini dijual eceran lima ribu rupiah. Karena tinggal empat biji, maka semua kami beli. Semoga dengan hadirnya gelas-gelas ini, kami bisa lebih proper dalam menjamu tamu. Kalau buat kami sehari-hari, cukup pakai gelas atum saja :-)


src="https://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.8.3/jquery.min.js" type="text/javascript">